LAPORAN
PENDAHULUAN
ATRESIA
ESOPHAGUS
A.
PENGERTIAN
Athresia
Esophagus adalah perkembangan embrionik abnormal esophagus yang menghasilkan
pembentukan suatu kantong (blind pouch), atau lumen berkurang tidak memadai
yang mecegah perjalanan makanan / sekresi dari faring ke perut.
Atresia Esophagus adalah kealinan kontinuitas lumen
esophagus dimana bagian distal esophagus sampai kardia tidak mau membuka
sehingga mengganggu aliran makanan (Sudaryat, 2005).
Atresia esofagus
merupakan kelainan kongenital yang mengakibatkan gangguan kontinuitas esophagus
dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trakea (Whaley & Wong, 2010).
Terlihat keadaan pada bagian proksimal dan distal esophagus tidak berhubungan.
B. ETIOLOGI
1. Secara umum
:
Salah satu nya adalah kegagalan pada fase embrio terutama pada bayi yang lahir prematur, dan ada Beberapa etiologi yang dapat menimbulkan kelainan konginital Atresia Etsopgus diantaranya:
Salah satu nya adalah kegagalan pada fase embrio terutama pada bayi yang lahir prematur, dan ada Beberapa etiologi yang dapat menimbulkan kelainan konginital Atresia Etsopgus diantaranya:
a.
Faktor obat
Salah satu obat yang dapat menimbulkan kelainan
kongenital yaitu thali domine .
b.
Faktor radiasi
Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin dapat
menimbulkan kelainan kongenital pada janin yang dapat menimbulkan mutasi pada
gen
c.
Faktor gizi
2. Secara
khusus :
Secara
epidemologi anomali ini terjadi pada umur kehamilan 3-6 minggu akibat :
a.
Deferensasi usus depan yang tidak sempurna dan
memisahkan dari masing –masing menjadi esopagus dan trachea .
Perkembangan sel endoteal yang lengkap sehingga menyebabkan terjadinya atresia.
Perlengkapan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi fistula trachea esophagus
Perkembangan sel endoteal yang lengkap sehingga menyebabkan terjadinya atresia.
Perlengkapan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi fistula trachea esophagus
C.
PATOFISIOLOGI
Motilitas
dari esophagus selalu dipengaruhi pada atresia esophagus. Gangguan peristaltic
esophagus biasanya paling sering dialami pada bagian esophagus distal. Janin
dengan atresia tidak dapat dengan efektif menelan cairan amnion. Sedangkan pada
atresia esophagus dengan fistula trkeoesofageal distal, cairan amnion masuk
melaalui trakea kedalam usus. Polihydramnion bisa terjadi akibat perubahan dari
sirkulasi amnion pada janin.
Neonates
dengan atresia tidak dapat menelan dan akan mengeluarkan banyak sekali
air liur atau saliva. Aspirasi dari saliva atau air susu dapat menyebabkan
aspirasi pneumonia. Pada atresia dengan distal TEF, sekresi dengan gaster dapat
masuk keparu-paru dan sebaliknya, udara juga dapat bebas masuk dalam saluran
pencernaan saat bayi menangis ataupun mendapat ventilasi bantuan.
Keadaan-keadaan ini bisa menyebabkan perforasi akut gaster yang fatal.
Diketahui bahwa bagian esophagus distal tidak menghasilkan peristaltic dan ini
bisa menyebabkan disfagia setelah perbaikan esophagus dan dapat menimbulkan
reflux gastroesofageal.
Trakea juga
dipengaruhi akibat gangguan terbentuknya atresia esophagus. Trakea abnormal,
terdiri dari berkurangnya tulang rawan trakea dan bertambahnya ukuran otot
tranversal pada posterior trakea. Dinding trakea lemah sehingga mengganggu
kemampuan bayi untuk batuk yang akan mengarah pada munculnya pneumonia yang
bisa berulang-ulang. Trakea juga dapat kolaps bila diberikan makanana atupun air
susu dan ini akan menyebabkan pernapasan yang tidak efektif, hipoksia atau
bahkan bisa menjadi apneo.
D.
PATHWAY
Terlampir
E.
KLASIFIKASI
1. Kalasia
Chalasia ialah keadaan bagian bawah esophagus yang tidak dapat menutup
secara baik, sehingga menyebabkan regurgitasi, terutama kalau bayi dibaringkan.
Pertolongan : member makanan dalam posisi tegak, yaitu duduk dalam kursi
khusus. Kalasia adalah kelainan yang terjadi pada bagian bawah esophagus (pada
persambungan dengan lambung yang tidak dapat menutup rapat sehingga bayi sering
regurgitasi bila dibaringkan.
2. Akalasia
Ialah kebalikan chalasia yaitu bagian akhir esophagus tidak membuka secara
baik, sehingga keadaan seperti stenosis atau atresia. Disebut pula
spasmus cardio-oesophagus. Sebabnya : karena terdapat cartilage trachea yang
tumbuh ektopik dalam esophagus bagian bawah, berbentuk tulang rawan yang
ditemukan secara mikroskopik dalam lapisan otot.
3. Classification System Gross
Atresia esophagus disertai dengan fistula trakeoesofageal distal adalah
tipe yang paling sering terjadi. Varisi anatomi dari atresia esophagus
menggunakan system klasiifikasi gross of bostom yang sudah popular digunakan.
System ini berisi antara lain:
a.
Tipe
A : Atresia esophagus tanpa fistula ;
atresia esophagus murni (10%)
b.
Tipe
B : Atresia esophagus dengan TEF proximal
(<1%)
c.
Tipe
C : Atresia esophagus dengan TEF distal
(85%)
d.
Tipe
D : Atresia esophagus dengan TEF proximal
dan distal (<1%)
e.
Tipe
E : TEF tanpa atresia esophagus ;
fistula tipe H (4%)
f.
Tipe F : Stenosis esophagus
congenital tanpa atresia (<1%)
F. MANIFESTASI KLINIS
Biasanya timbul setelah bayi berumur
2-3 minggu, yaitu berupa muntah yang proyektil beberapa saat setelah minum susu
( yang dimuntahkan hanya susu ), bayi tampak selalu haus dan berat badan sukar
naik.
a. Biasanya disertai dengan hidramnion (60%) dan hal ini pula yang menyebabkan
kenaikan frekuensi bayi lahir premature, sebaiknya dari anamnesis didapatkan
keterangan bahwa kehamilan ibu disertai hidrmnion hendaknya dilakukan
kateterisasi esophagus . bila kateter berhenti pada jarak < 10 cm, maka
diduga artesia esophagus.
b. Bila pada BBL timbul sesak yang disertai dengan air liur yang meleleh
keluar, dicurigai terdapat atresia esophagus.
c. Segera setelah diberi minum, bayi akan berbangkis, batuk dan sianosis
karena aspirasi cairan kedalam jalan napas.
d. Pada fistula trakeaesofagus, cairan lambung juga dapat masuk kedalam paru,
oleh karena itu bayi sering sianosis.
Gejalanya bisa berupa :
a. Mengeluarkan luda yang sangat banyak
b.
Terbatuk atau tersedak setelah
berusaha untuk menelan
c.
Tidak mau menyusu
d.
Sianosis (kulitnya kebiruan)
Adanya fistula menyebabkan ludah bisa masuk kedalam paru-paru sehingga
terjadi resiko terjadinya pneumonia aspirasi.(4)(5)
G.
PENATALAKSANAAN
1.
Tindakan Sebelum Operasi
Atresia
esophagus ditangani dengan tindakan bedah. Persiapan operasi untuk bayi baru
lahir mulai umur 1 hari antara lain :
a. Cairan
intravena mengandung glukosa untuk kebutuhan nutrisi bayi.
b.
Pemberian antibiotic broad-spectrum secara intra vena.
c.
Suhu bayi dijaga agar selalu hangat dengan menggunakan
incubator, spine dengan posisi fowler, kepala diangkat sekitar 45o.
d.
NGT dimasukkan secara oral dan dilakukan suction
rutin.
e.
Monitor vital signs.
Pada bayi
premature dengan kesulitan benapas, diperlukan perhatian khusus. Jelas diperlukan
pemasangan endotracheal tube dan ventilator mekanik. Sebagai tambahan, ada
resiko terjadinya distensi berlebihan ataupun rupture lambung apabila udara
respirasi masuk kedalam lambung melalui fistula karena adanya resistensi
pulmonal. Keadaan ini dapat diminimalisasi dengan memasukkan ujung endotracheal
tube sampai kepintu masuk fistula dan dengan memberikan ventilasi dengan
tekanan rendah.
Echochardiography
atau pemerikksaan EKG pada bayi dengan atresia esophagus penting untuk
dilakukan agar segera dapat mengetahui apabila terdapat adanya kelainan
kardiovaskular yang memerlukan penanganan segera.
2. Tindakan Selama Operasi
Pada umumnya
operasi perbaikan atresia esophagus tidak dianggap sebagai hal yang darurat.
Tetapi satu pengecualian ialah bila bayi premature dengan gangguan respiratorik
yang memerlukan dukungan ventilatorik. Udara pernapasan yang keluar melalui
distal fistula akan menimbulkan distensi lambung yang akan mengganggu fungsi
pernapasan. Distensi lambung yang terus-menerus kemudian bisa menyebabkan
rupture dari lambung sehingga mengakibatkan tension pneumoperitoneum yang akan
lebih lagi memperberat fungsi pernapasan.
Pada keadaan
diatas, maka tindakan pilihan yang dianjurkan ialah dengan melakukan ligasi
terhadap fistula trakeaesofageal dan menunda tindakan thoratocomi sampai
masalah ganggua respiratorik pada bayi benr-benar teratasi. Targetnya ialah
operasi dilakukan 8-10 hari kemuudian untuk memisahkan fistula dari memperbaiki
esophagus.
Pada
prinsipnya tindakan operasi dilakukan untuk memperbaiki abnormalitas anatomi.
Tindakan operasi dari atresia esophagus mencakup.
a.
Operasi dilaksanakan dalam general endotracheal
anesthesia dengan akses vaskuler yang baik dan menggunakan ventilator dengan
tekanan yang cukup sehingga tidak menybabkan distensi lambung
b.
Bronkoskopi pra-operatif berguuna untuk
mengidentifikasi dan mengetahui lokasi fistula.
c.
Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri dengan tangan
kanan diangkat di depan dada untuk dilaksanakan right posterolateral
thoracotomy. Pada H-fistula, operasi dilakukan melalui leher karena hanya
memisahkan fistula tanpa memperbaiiki esophagus. esophagus.
d.
Operasi dilaksanakan thoracotomy, dimana fistula
ditutup dengan cara diikat dan dijahit kemudian dibuat anastomisis esophageal
antara kedua ujung proximal dan distal dan esophagus.
e.
Pada atresia esofagus dengan fistula trakeoesofageal,
hamppir selalu jarak antara esofagus proksimal dan distal dapat disambung
langsung ini disebut dengan primary repairyaitu apabila jarak kedua ujung
esofagus dibawah 2 ruas vertebra. Bila jaraknya 3,6 ruas vertebra, dilakukan
delaved primary repair. Operasi ditunda paling lama 12 minggu, sambil dilakukan
cuction rutin dan pemberian makanan melalui gstrostomy, maka jarak kedua ujung
esofagus akan menyempit kemudian dilakukan primary repair. Apabiila jarak kedua
ujung esofagus lebih dari 6 ruas vertebra, maka dijoba dilakukan tindakan
diatas, apabila tidak bisa juga makaesofagus disambung dengan menggunakan
sebagai kolon.
3. Tindakan Setelah Operasi
Pasca
Operasi pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus dilakukan secara rutin.
Selang kateter untuk suction harus ditandai agar tidak masuk terlalu dalam dan
mengenai bekas operasi tempat anastomisis agar tidak menimbulkan kerusakan.
Setelah hari ke-3 bisa dimasukkan NGT untuk pemberian makanan.
H. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
I.
KOMPLIKASI
Komplikasi-komplikasi
yang bisa timbul setelah operasi perbaikan pada atresia esofagus dan fistula
atresia esophagus adalah sebagai berikut :
1. Dismotilitas esophagus => Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin
esophagus. Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini.
Komplikasi ini terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
2. Gastroesofagus refluk => Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini
kana mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana
asam lambung naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan
obat (medical) atau pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula berulang => Pembedahan ulang adalah terapi
untuk keadaan seperti ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan => Disfagia adalah tertahannya makanan
pada tempat esophagus yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan
air untuk tertelannya makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak => Komplikasi ini berhubungan dengan
proses menelan makanan, tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam
trakea.
6. Batuk kronis => Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi
perbaikan atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7. Meningkatnya infeksi saluran pernafasan => Pencegahan keadaan ini adalah
dengan mencegah kontakk dengan orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya
tahan tubuh dengan mengkonsumsi vitamin dan suplemen.
J. KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Asuhan
keperawatan yang diberikan pada bayi baru lahir adalah berdasarkan
tahapan-tahapan pada proses keperawatan. tahap pengkajian merupakan tahap
awal, disini perawat mengumpulkan semua imformasi baik dari klien dengan
cara observasi dan dari keluarganya. Lakukan penkajian bayi baru
lahir.observasi manipestasi atresia esophagus dan fistula. Traekeoesofagus,
saliva berlebihan, tersedat, sianosis, apneu.
a. Sekresi
berlebihan , mengalirkan liur konstan,sekresi hidung banyak.
b.
Sianosis intermitten yang tidak diketahui penyebabnya.
Laringaspasme yang disebabkan oleh aspirasi saliva
yang terakumulasi dalam kantong buntu.
c.
Distensi abdominal.
d.
Respon kekerasan setelah menelan makanan yang pertama
atau kedua : bayi batuk dan tersedat saat cairan kembali melalui hidung dan
mulut trejadi sianosis.
e.
Bayi sering premetur dan kehamilan munkun
terkomplikasi oleh hydra amniaon (cairan amniotic berlebihan dalam kantong ).
K. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan lubang abnormal antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk
menelan sekresi.
2. Aspirasi
berhubungan dengan tidak adanya saluran dari esofagus ke lambung.
3. Resiko
terjadinya infeksi berhubungan dengan prosedur pemasangan g-tube.
4. Ansietas berhubungan
dengan kesulitan menelan, ketidaknyamanan karena pemasangan g-tube.
L. FOKUS
INTERVENSI
1.
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan lubang abnormal antara esophagus dan trakea atau obstruksi untuk
menelan sekresi.
Tujuan: Pasien
mempertahankan jalan napas yang paten tanpa aspirasi
Kriteria
Hasil:
a.
Jalan napas tetap paten
b.
Bayi tidak teraspirasi sekresi
c.
Pernapasan tetap pada batas normal
Intervensi
a.
Lakukan pengisapan sesuai dengan kebutuhan.
R/ : Untuk
menghilangkan penumpukan sekresi di orofaring.
b.
Beri posisi terlentang dengan kepala ditempatkan pada
sandaran yang ditinggikan (sedikitnya 300).
R/ : Untuk
menurunkan tekanan pada rongga torakal dan meminimalkan refluks sekresi lambung
ke esophagus distal dan ke dalam trakea dan bronki.
c.
Beri oksigen jika bayi menjadi sianotik.
R/ : Untuk
membantu menghilangkan distress pernapasan.
d.
Jangan gunakan tekanan positif (misalnya; kantong
resusitasi/ masker).
R/ : Karena dapat memasukkan udara ke
dalam lambung dan usus, yang menimbulkan tekana tambahan pada rongga torakal.
e.
Pertahankan penghisapan segmen esophagus secara
intermitten atau kontinue, bila di pesankan pada masa pra operasi.
R/ : Untuk menjaga agar kantong buntu
tersebut tetap kosong.
f.
Tinggalkan selang gastrostomi, bila ada, terbuka untuk
drainase gravitasi.
R/ : Agar udara dapat keluar, meminimalkan
resiko regurgitasi isi lambung dengan trakea.
2. Aspirasi berhubungan dengan tidak adanya saluran dari esofagus
ke lambung.
Tujuan: Pasien mendapatkan nutrisi yang adekuat.
Kriteria
Hasil: Bayi mendapat nutrisi
yang cukup dan menunjukkan penambahan berat badan yang memuaskan.
Intervensi
a.
Beri makan melalui gastrostomi sesuai dengan ketentuan
R/ : Untuk memberikan nutrisi sampai
pemberian makanan oral memungkinkan.
b.
Lanjutkan pemberian makan oral sesuai ketentuan,
sesuai kondisi bayi dan perbaikan pembedahan.
R/ : Untuk memenuhi kebutuhan akan
nutrisi bayi
c.
Observasi dengan ketat.
R/ : Untuk memastikan bayi mampu menelan
tanpa tersedak.
d.
Pantau masukan keluaran dan berat badan.
R/ : Untuk mengkaji keadekuatan masukan nutrisi.
e.
Ajarkan keluarga tentang teknik pemberian makan yang
tepat.
R/ : Untuk mempersiapkan diri terhadap pemulangan.
3. Resiko terjadinya infeksi berhubungan
dengan prosedur pemasangan g-tube.
Tujuan: Pasien tidak mengalami infeksi.
Kriteria
Hasil: Anak tidak
menunjukkan bukti-bukti infeksi karena pemasangan g-tube.
Intervensi
a.
Bersihkan
kateter sesering mungkin
R/ : Untuk
mencegah bakteri masuk ke dalam tubuh
4. Ansietas berhubungan dengan kesulitan
menelan, ketidaknyamanan karena pemasangan g-tube.
Tujuan: Pasien mengalami rasa aman tanda
ketidaknyamanan.
Kriteria Hasil:
Kriteria Hasil:
a.
Bayi istirahat dengan tenang, sadar bila terjaga, dan
melakukan penghisapan non-nutrisi.
b.
Mulut tetap bersih dan lembab.
c.
Nyeri yang dialamianak minimal atau tidak ada.
Intervensi :
a.
Beri stimulasi taktil (mis; membelai, mengayun).
R/ : Untuk memudahkan perkembangan
optimal dan meningkatkan kenyamanan.
b.
Beri perawatan mulut.
R/ : Untuk menjaga agar mulut tetap
bersih dan membran mukosa lembab.
c.
Beri analgesik sesuai ketentuan
R/ : Untuk mengurangi rasa nyeri yang
berlebih
d.
Dorong orang tua untuk berpastisipasi dalam perawatan
anak.
R/ : Untuk memberikan rasa nyaman dan
aman.
DAFTAR PUSTAKA
Donna
L Wong. Keperawatan pediatric.Buku kedokteran, EGC.2010.Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar