LAPORAN
PENDAHULUAN
THALASEMIA
A.
PENGERTIAN
Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada
eritropoeisis yang diturunkan dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat
berkuarang, oleh karenanya akan terbentuk eritrosit yang relatif mempunyai
fungsi yangsedikit berkurang (Supardiman, 2002).
Thalasemia merupakan penyakit
anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh
darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab
kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan
dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb (Nursalam,2005).
B.
ETIOLOGI
Faktor genetik
yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang
menghasilkan keturunan Thalasemia (homozigot).
menghasilkan keturunan Thalasemia (homozigot).
Thalasemia
bersifat primer dan sekunder:
1.
Primer: Berkurangnya
sintesis Hb A dan Eritropoesis yang tidak efektif disertai
penghancuran sel-sel eritrosit intra medular.
2.
Skunder:
Defisiensi asam solat, bertambahnya volume plasma intra vaskular yang
mengakibatkan hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh
sistem retikulo endotellal.
C.
PATOFISIOLOGI
Selama kehamilan, thalasemia mayor tidak mempengaruhi
si janin. Hal ini terjadi karena janin mempunyai susunan haemoglobin yang
khusus, disebut haemoglobin-janin (“feotal haemoglobin”, disingkat HbF).
Anak-anak dan orang dewasa mempunyai susunan haemoglobin yang lain disebut
haemoglobin dewasa (“adult haemoglobin”, disingkat HbA). Ketika si bayi lahir,
sebagian besar haemoglobinnya masih berbentuk Hb-janin (HbF), tetapi selama
enam bulan pertama kehidupannya, Hb jenis itu secara berangsur digantikan
posisinya oleh haemoglobindewasa (HbA). Masalah pada thalasemia adalah si anak tak
dapat membuat haemoglobin-dewasa yang cukup. Oleh karena itu anak dengan
thalasemia mayor berada dalam kondisi baik saat kelahiran, umumnya menjadi
sakit sebelum mereka berumur 2 tahun.
Masing-masing Hb A yang normal terdiri dari empat
rantai globin sebagai rantai polipeptida, di mana rantai tersebut terdiri dari
dua rantai polipeptida alpa dan dua rantai polipeptida beta. Empat rantai
tersebut bergabung dengan empat komplek heme untuk membentuk molekul
hemoglobin, pada thalasemia beta sisntesis rantai globin beta mengalami
kerusakan. Eritropoesis menjadi tidak efektif, hanya sebagian kecil eritrosit
yang mencapai sirkulasi perifer dan timbul anemia. Anemia berat yang
berhubungan dengan thalasemia beta mayor menyebabkan ginjal melepaskan
erythropoietin yaitu hormon yang menstimulasi bone marrow untuk
menghasilkan lebih banyak sel darah merah, sehingga hematopoesis menjadi tidak
efektif. Eritropoiesis yang meningkat mengakibatkan hiperplasia dan ekspansi
sumsum tulang, sehingga timbul deformitas pada tulang. Eritropoietin juga
merangsang jaringan hematopoesis ekstra meduler di hati dan limpa sehingga
timbul hepatosplenomegali. Akibat lain dari anemia adalah meningkatnya absorbsi
besi dari saluran cerna menyebabkan penumpukan besi berkisar 2-5 gram pertahun.
D.
PATHWAY
Terlampir
E.
KLASIFIKASI
1. Thalasemia beta.
Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan
oleh defek yang diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:
a.
Thalasemia beta mayor.
Bentuk homozigot
merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat dengan hemolisis di dalam
sumsum tulang dimulai pada tahun pertama kehidupan. Kedua orang tua merupakan
pembawa “ciri”.
Gejala – gejala
bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang karakteristik
akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada kranium, ikterus dengan
derajat yang bervariasi, dan hepatosplenomegali.
b. Thalasemia Intermedia dan
minor.
Pada bentuk
heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan splenomegali. Pada
pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal agak rendah atau
meningkat (polisitemia).
2. Thalasemia alpa
Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a.
F.
MANIFESTASI
KLINIS
1. Pucat
2. Kelelahan
3. Lemas
4. Nafas pendek
5. Kulit berwarna kekuningan (jaundice) atau
berwarna keabu-abuan
6. Deformitas tulang wajah
7. Pertumbuhan lambat
8. Perut membusung (akibat pembesaran hati dan limpa)
G.
PENATALAKSANAAN
1.
Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk
menyembuhkan pasien thalasemia.
Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 gr%)
atau bila anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2. Pemberian
transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah
yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut
hemosiderosis. Hemosiderosis dapat dicegah dengan pemberian
Deferoxamine(desferal).
3. Splenektomi
dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun sebelum terjadi pembesaran
limpa/hemosiderosis, disamping itu diberikan berbagai vitamin tanpa preparat
besi.
H.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
Drah tepi :
kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah trombosit dalam batas normal
2.
Hapusan
darah tepi : hipokrom mikrositer,anisofolkilositosis, polikromasia sel target,
normoblas.pregmentosit
3.
Fungsi sum
sum tulang : hyperplasia normoblastik
4.
Kadar besi
serum meningkat
5.
Bilirubin
indirect meningkat
6.
Kadar Hb Fe
meningkat pada thalassemia mayor
7.
Kadar Hb A2
meningkat pada thalassemia minor
I.
KOMPLIKASI
1. Fraktur patologi
2. Hepatopslenomegali
3. Gangguan tumbang
4. Disfungsi organ
5. Gagal jantung
6. Hemosiderosis
7. Hemokromatosis
8. infeksi
J.
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a.
Asal
Keturunan/Kewarganegaraan
Thalasemia
banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki,
yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai
pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
b.
Umur
Pada
thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat
sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang
gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 –
6 tahun.
c.
Riwayat kesehatan anak
Anak
cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal
ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
d.
Pertumbuhan dan perkembangan
Sering
didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang
sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat
kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik
anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual,
seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga
dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat
pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
e.
Pola makan
Karena
adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak
sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
f.
Pola aktivitas
Anak
terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat,
karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
g.
Riwayat kesehatan keluarga
Karena
merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita
thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya
berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah
sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit
yang mungkin disebabkan karena keturunan
h. Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Care – ANC)
Selama Masa
Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko
thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor
resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh
anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera
dirujuk ke dokter.
i.
Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
1)
Keadaan umum
Anak
biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak
seusianya yang normal.
2)
Kepala dan
bentuk muka
Anak yang
belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar
dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung,
jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
3)
Mata dan
konjungtiva terlihat pucat kekuningan
4)
Mulut dan
bibir terlihat pucat kehitaman
5)
Dada
Pada
inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran
jantung yang disebabkan oleh anemia kronik
6)
Perut
Kelihatan membuncit
dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati ( hepatosplenomegali).
7)
Pertumbuhan
fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal.
Ukuran fisik
anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
8)
Pertumbuhan
organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Ada keterlambatan kematangan
seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau
kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya
anemia kronik.
9)
Kulit
Warna kulit
pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka
warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam
jaringan kulit (hemosiderosis).
K.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Perubahan
perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman O2 ke sel.
2. Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.
3. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna
atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk
pembentukan sel darah merah normal.
4. Resiko
terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis.
5. Resiko
infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb,
leukopenia atau penurunan granulosit.
L.
FOKUS
INTERVENSI
1.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan
penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam terdapat peningkatan perfusi jaringan
Kriteria Hasil:
a. Keluarga/pasien
mengetahui penyebab perubahan perfusi jaringan
b. Klien
menunjukan perfusi yang adekuat seperti: pengisian kapiler baik, haluaran urin
adekuat, membrane mukosa merah muda, akral hangat
c. Tidak ada
nyeri ekstremitas yang terlokalisasi
d. Suhu
ekstremitas hangat
e. Tingkat
sensasi normal
f. Hb normal 12 – 16 gr%
g. TTV dalam
batas normal
Intervensi:
a.
Awasi tanda vital
b.
Periksa nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna
kulit/membrane mukosa, dan suhu membrane mukosa.
c.
Pantau status cairan meliputi asupan dan haluaran.
d.
Rendahkan ekstremitas untuk meningkatkan sirkulasi
rteri dengan tepat
e.
Ajarkan pasien/keluarga tentang cara menghindari suhu
yang ekstrim pada ekstremitas
f.
Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium.
g.
Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah
sesuai indikasi.
h.
Tinggikan anggot badan yang terkena 200 atau
lebih tinggi dari jantung untuk meningkatkan aliran darah balik vena, jika
diperlukan
2.
Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara
suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan, kelemahan fisik.
Tujuan: setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien menunjukan
peningkatan toleransi aktivitas
Kriteria
Hasil:
a. Klien
mengetahui penyebab intoleransi aktivitas
b. Klien mampu
mengidentifikasi aktivitas dan/atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang
berkonstribusi pada intoleransi aktivitas
c. Klien dapat
beraktivitas sesuai dengan kemampuan
d. Tanda-tanda
vital dalam batas normal
e. Klien tidak
menunjukan tanda-tanda keletihan
Intervensi:
a. Kaji respons
emosi, social, dan spiritual terhadap aktivitas.
b. Evaluasi
motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
c. Pantau
asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber energy
d. Pantau
respons oksigen pasien (misalnya, nadi, irama jantung, dan frekuensi respirasi)
terhadap aktivitas perawatan diri.
e. Ajarkan
kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan
konsumsi oksigen (misalnya, memantau diri dan teknik berjalan untuk melakukan
AKS)
f. Rencanakan
aktivitas dengan pasien/keluarga yang meningkatkan kemandirian dan daya tahan.
Misalnya: anjurkan periode alternative untuk istirahat dan aktifitas
g. Jelaskan
pada pasien dan keluarga penyebab intoleransi aktivitas
3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna
makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
normal.
Tujuan: setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Kriteria
Hasil:
a. Pasin dan
keluarga mengetahui penyebab perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b. Klien menunjukan peningkatan BB dan/atau mempertahankan BB yang stabil
c. Keadaan umum membaik
d. Dapat menghabiskan
porsi makan yang diberikan
e. Tidak mengalami tanda malnutrisi
f. Nilai laboratorium (transferin, albumin, dan elektrolit) dalam batas normal
Intervensi:
a. Pantau
kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
b. Timbang pasien pada interval yang
tepat
c. Pantau nilai
laboratorium, khususnya transferrin, albumin, dan elektrolit
d. Ajarkan
metode untuk perencanaan makanan
e. Berikan
informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
f. Jelaskan
pada klien dan keluarga penyebab kurangnya nutrisi dari kebutuhan.
g. Bantu makan
sesuai dengan kebutuhan
h. Diskusikan
dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan gizi pasien
4.
Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan sirkulasi dan neurologis
Tujuan: setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak ada tanda-tanda keruusakan
integritas kulit
Kriteria Hasil:
a. klien mampu mempertahankan integritas kulit
b. klien menunjukan tingkat sensasi dan warna kulit normal
c. klien dapat mengetahui faktor resiko dari perilaku dan lingkungan yang bosa
memperparah kerusakan integritas kulit.
d. menunjukan perilaku individu/mengidentifikasi faktor resiko untuk mencegah
cedera dermal
Intervensi:
a.
kaji
integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, eritema dan
ekskoriasi
b. inspeksi kulit diatas penonjolan tulang dan titik penekanan yang lain saat
reposisi atau minimal setiap hari.
c. Gunakan kasur penurun tekanan (misalnya: busa poliuretan)
d. Pertahankan tempat tidur bersih, kering dan bebas kerutan.
e. Bantu untuk latihan rentang gerak
pasif atau efektif.
5.
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder
tidak adekuat, penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
Tujuan: setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak ada tanda-tanda infeksi
Kriteria Hasil:
a. Klien mampu mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan resiko
infeksi
b.
Pasien
menunjukan pengendalian resiko dibuktikan oleh indikator miaslnya, mengubah
gaya hidup untuk mengurangi resiko infeksi
c.
Terbebas dari
tanda atau gejala infeksi
d.
Tidak ada drainage
purulen atau eritema
e.
Adanya
peningkatan penyembuhan luka
Intervensi:
a. Pantau tanda/gejala infeksi (misalnya, suhu tubuh, denyut jantung, suhu
kulit, keletihan dan malaise)
b. Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi
c. Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa sakit dan pengobatan
meningkatkan resiko terhadap infeksi.
d. Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yang benar
e. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tanda/gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya ke pusatg kesehatan
f. Berikan terapi antibiotik bila diperlukan
DAFTAR PUSTAKA
Nursalam.
2005. Asuhan Keperawatan bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Supardiman,
I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung.
0 komentar:
Posting Komentar