Jumat, 21 Agustus 2015

LP THALASEMIA



LAPORAN PENDAHULUAN
THALASEMIA



A.    PENGERTIAN
Thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang diturunkan dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat berkuarang, oleh karenanya akan terbentuk eritrosit yang relatif mempunyai fungsi yangsedikit berkurang (Supardiman, 2002).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb (Nursalam,2005).

B.     ETIOLOGI
Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang
menghasilkan keturunan Thalasemia (homozigot).
Thalasemia bersifat primer dan sekunder:
1.      Primer: Berkurangnya sintesis Hb A dan Eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intra medular.
2.      Skunder: Defisiensi asam solat, bertambahnya volume plasma intra vaskular yang mengakibatkan hemodilusi dan destruksi eritrosit oleh sistem retikulo endotellal.

C.    PATOFISIOLOGI
Selama kehamilan, thalasemia mayor tidak mempengaruhi si janin. Hal ini terjadi karena janin mempunyai susunan haemoglobin yang khusus, disebut haemoglobin-janin (“feotal haemoglobin”, disingkat HbF). Anak-anak dan orang dewasa mempunyai susunan haemoglobin yang lain disebut haemoglobin dewasa (“adult haemoglobin”, disingkat HbA). Ketika si bayi lahir, sebagian besar haemoglobinnya masih berbentuk Hb-janin (HbF), tetapi selama enam bulan pertama kehidupannya, Hb jenis itu secara berangsur digantikan posisinya oleh haemoglobindewasa (HbA). Masalah pada thalasemia adalah si anak tak dapat membuat haemoglobin-dewasa yang cukup. Oleh karena itu anak dengan thalasemia mayor berada dalam kondisi baik saat kelahiran, umumnya menjadi sakit sebelum mereka berumur 2 tahun.
Masing-masing Hb A yang normal terdiri dari empat rantai globin sebagai rantai polipeptida, di mana rantai tersebut terdiri dari dua rantai polipeptida alpa dan dua rantai polipeptida beta. Empat rantai tersebut bergabung dengan empat komplek heme untuk membentuk molekul hemoglobin, pada thalasemia beta sisntesis rantai globin beta mengalami kerusakan. Eritropoesis menjadi tidak efektif, hanya sebagian kecil eritrosit yang mencapai sirkulasi perifer dan timbul anemia. Anemia berat yang berhubungan dengan thalasemia beta mayor menyebabkan ginjal melepaskan erythropoietin yaitu hormon yang menstimulasi bone marrow untuk menghasilkan lebih banyak sel darah merah, sehingga hematopoesis menjadi tidak efektif. Eritropoiesis yang meningkat mengakibatkan hiperplasia dan ekspansi sumsum tulang, sehingga timbul deformitas pada tulang. Eritropoietin juga merangsang jaringan hematopoesis ekstra meduler di hati dan limpa sehingga timbul hepatosplenomegali. Akibat lain dari anemia adalah meningkatnya absorbsi besi dari saluran cerna menyebabkan penumpukan besi berkisar 2-5 gram pertahun.
D.    PATHWAY
Terlampir
E.     KLASIFIKASI
1.      Thalasemia beta.
Merupakan anemia yang sering dijumpai yang diakibatkan oleh defek yang diturunkan dalam sintesis rantai beta hemoglobin.
Thalasemia beta meliputi:
a.       Thalasemia beta mayor.
Bentuk homozigot merupakan anemia hipokrom mikrositik yang berat dengan hemolisis di dalam sumsum tulang dimulai pada tahun pertama kehidupan. Kedua orang tua merupakan pembawa “ciri”.
Gejala – gejala bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah yang karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada kranium, ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan hepatosplenomegali. 
b.      Thalasemia Intermedia dan minor.
Pada bentuk heterozigot, dapat dijumpai tanda – tanda anemia ringan dan splenomegali. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan kadar Hb bervariasi, normal agak rendah atau meningkat (polisitemia).
2.      Thalasemia alpa 
Merupakan thalasemia dengan defisiensi pada rantai a.
F.     MANIFESTASI KLINIS
1.      Pucat
2.      Kelelahan
3.      Lemas
4.      Nafas pendek
5.      Kulit berwarna kekuningan (jaundice) atau  berwarna keabu-abuan
6.      Deformitas tulang wajah
7.      Pertumbuhan lambat
8.      Perut membusung (akibat pembesaran hati dan limpa)
G.    PENATALAKSANAAN
1.      Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien thalasemia. Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau bila anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
2.      Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl. Komplikasi dari pemberian transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis dapat dicegah dengan pemberian Deferoxamine(desferal).
3.      Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun sebelum terjadi pembesaran limpa/hemosiderosis, disamping itu diberikan berbagai vitamin tanpa preparat besi.
H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Drah tepi : kadar Hb rendah, retikulosit tinggi, jumlah trombosit dalam batas normal
2.      Hapusan darah tepi : hipokrom mikrositer,anisofolkilositosis, polikromasia sel target, normoblas.pregmentosit
3.      Fungsi sum sum tulang : hyperplasia normoblastik
4.      Kadar besi serum meningkat
5.      Bilirubin indirect meningkat
6.      Kadar Hb Fe meningkat pada thalassemia mayor
7.      Kadar Hb A2 meningkat pada thalassemia minor
I.       KOMPLIKASI
1.      Fraktur patologi
2.      Hepatopslenomegali
3.      Gangguan tumbang
4.      Disfungsi organ
5.      Gagal jantung
6.      Hemosiderosis
7.      Hemokromatosis
8.      infeksi
J.      KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.      PENGKAJIAN
a.       Asal Keturunan/Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa disekitar laut tengah (mediterania). Seperti turki, yunani, Cyprus, dll. Di Indonesia sendiri, thalassemia cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
b.      Umur
Pada thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala tersebut telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor yang gejalanya lebih ringan, biasanya anak baru datang berobat pada umur sekitar 4 – 6 tahun.
c.       Riwayat kesehatan anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran napas bagian atas infeksi lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
d.      Pertumbuhan dan perkembangan
Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk thalassemia mayor. Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
e.       Pola makan
Karena adanya anoreksia, anak sering mengalami susah makan, sehingga berat badan anak sangat rendah dan tidak sesuai dengan usianya.
f.       Pola aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak usianya. Anak banyak tidur / istirahat, karena bila beraktivitas seperti anak normal mudah merasa lelah
g.      Riwayat kesehatan keluarga
Karena merupakan penyakit keturunan, maka perlu dikaji apakah orang tua yang menderita thalassemia. Apabila kedua orang tua menderita thalassemia, maka anaknya berisiko menderita thalassemia mayor. Oleh karena itu, konseling pranikah sebenarnya perlu dilakukan karena berfungsi untuk mengetahui adanya penyakit yang mungkin disebabkan karena keturunan
h.      Riwayat ibu saat hamil (Ante Natal Care – ANC)
Selama Masa Kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor risiko thalassemia. Sering orang tua merasa bahwa dirinya sehat. Apabila diduga faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan mengenai risiko yang mungkin dialami oleh anaknya nanti setelah lahir. Untuk memestikan diagnosis, maka ibu segera dirujuk ke dokter.
i.        Data keadaan fisik anak thalassemia yang sering didapatkan diantaranya adalah:
1)      Keadaan umum
Anak biasanya terlihat lemah dan kurang bergairah serta tidak selincah aanak seusianya yang normal.
2)      Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum/tidak mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan bentuk mukanya adalah mongoloid, yaitu hidung pesek tanpa pangkal hidung, jarak kedua mata lebar, dan tulang dahi terlihat lebar.
3)      Mata dan konjungtiva terlihat pucat kekuningan
4)      Mulut dan bibir terlihat pucat kehitaman
5)      Dada
Pada inspeksi terlihat bahwa dada sebelah kiri menonjol akibat adanya pembesaran jantung yang disebabkan oleh anemia kronik
6)      Perut
Kelihatan membuncit dan pada perabaan terdapat pembesaran limpa dan hati ( hepatosplenomegali).
7)      Pertumbuhan fisiknya terlalu kecil untuk umurnya dan BB nya kurang dari normal.
Ukuran fisik anak terlihat lebih kecil bila dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.
8)      Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia pubertas Ada keterlambatan kematangan seksual, misalnya, tidak adanya pertumbuhan rambut pada ketiak, pubis, atau kumis. Bahkan mungkin anak tidak dapat mencapai tahap adolesense karena adanya anemia kronik.
9)      Kulit
Warna kulit pucat kekuning- kuningan. Jika anak telah sering mendapat transfusi darah, maka warna kulit menjadi kelabu seperti besi akibat adanya penimbunan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).
K.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
4.      Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis.
5.      Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
L.     FOKUS INTERVENSI
1.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam terdapat peningkatan perfusi jaringan
Kriteria Hasil:
a.       Keluarga/pasien mengetahui penyebab perubahan perfusi jaringan
b.      Klien menunjukan perfusi yang adekuat seperti: pengisian kapiler baik, haluaran urin adekuat, membrane mukosa merah muda, akral hangat
c.       Tidak ada nyeri ekstremitas yang terlokalisasi
d.      Suhu ekstremitas hangat
e.       Tingkat sensasi normal
f.       Hb normal 12 – 16 gr%
g.      TTV dalam batas normal
Intervensi:
a.       Awasi tanda vital
b.      Periksa nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dan suhu membrane mukosa.
c.       Pantau status cairan meliputi asupan dan haluaran.
d.      Rendahkan ekstremitas untuk meningkatkan sirkulasi rteri dengan tepat
e.       Ajarkan pasien/keluarga tentang cara menghindari suhu yang ekstrim pada ekstremitas
f.       Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium.
g.      Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
h.      Tinggikan anggot badan yang terkena 200 atau lebih tinggi dari jantung untuk meningkatkan aliran darah balik vena, jika diperlukan
2.      Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan, kelemahan fisik.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien menunjukan peningkatan toleransi aktivitas
Kriteria Hasil:
a.       Klien mengetahui penyebab intoleransi aktivitas
b.      Klien mampu mengidentifikasi aktivitas dan/atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang berkonstribusi pada intoleransi aktivitas
c.       Klien dapat beraktivitas sesuai dengan kemampuan
d.      Tanda-tanda vital dalam batas normal
e.       Klien tidak menunjukan tanda-tanda keletihan
Intervensi:
a.       Kaji respons emosi, social, dan spiritual terhadap aktivitas.
b.      Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
c.       Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber energy
d.      Pantau respons oksigen pasien (misalnya, nadi, irama jantung, dan frekuensi respirasi) terhadap aktivitas perawatan diri.
e.       Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan meminimalkan konsumsi oksigen (misalnya, memantau diri dan teknik berjalan untuk melakukan AKS)
f.       Rencanakan aktivitas dengan pasien/keluarga yang meningkatkan kemandirian dan daya tahan. Misalnya: anjurkan periode alternative untuk istirahat dan aktifitas
g.      Jelaskan pada pasien dan keluarga penyebab intoleransi aktivitas
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah normal.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Kriteria Hasil:
a.       Pasin dan keluarga mengetahui penyebab perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
b.      Klien menunjukan peningkatan BB dan/atau mempertahankan BB yang stabil
c.       Keadaan umum membaik
d.      Dapat menghabiskan porsi makan yang diberikan
e.       Tidak mengalami tanda malnutrisi
f.       Nilai laboratorium (transferin, albumin, dan elektrolit) dalam batas normal
Intervensi:
a.       Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
b.       Timbang pasien pada interval yang tepat
c.       Pantau nilai laboratorium, khususnya transferrin, albumin, dan elektrolit
d.      Ajarkan metode untuk perencanaan makanan
e.       Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.
f.       Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab kurangnya nutrisi dari kebutuhan.
g.      Bantu makan sesuai dengan kebutuhan
h.      Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan gizi pasien
4.      Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi dan neurologis
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak ada tanda-tanda keruusakan integritas kulit
Kriteria Hasil:
a.       klien mampu mempertahankan integritas kulit
b.      klien menunjukan tingkat sensasi dan warna kulit normal
c.       klien dapat mengetahui faktor resiko dari perilaku dan lingkungan yang bosa memperparah kerusakan integritas kulit.
d.      menunjukan perilaku individu/mengidentifikasi faktor resiko untuk mencegah cedera dermal
Intervensi:
a.        kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, eritema dan ekskoriasi
b.       inspeksi kulit diatas penonjolan tulang dan titik penekanan yang lain saat reposisi atau minimal setiap hari.
c.       Gunakan kasur penurun tekanan (misalnya: busa poliuretan)
d.       Pertahankan tempat tidur bersih, kering dan bebas kerutan.
e.        Bantu untuk latihan rentang gerak pasif atau efektif.
5.      Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb, leukopenia atau penurunan granulosit.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam tidak ada tanda-tanda infeksi
Kriteria Hasil:
a.       Klien mampu mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi
b.      Pasien menunjukan pengendalian resiko dibuktikan oleh indikator miaslnya, mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko infeksi
c.       Terbebas dari tanda atau gejala infeksi
d.      Tidak ada drainage purulen atau eritema
e.       Adanya peningkatan penyembuhan luka
Intervensi:
a.       Pantau tanda/gejala infeksi (misalnya, suhu tubuh, denyut jantung, suhu kulit, keletihan dan malaise)
b.      Kaji faktor yang meningkatkan serangan infeksi
c.       Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa sakit dan pengobatan meningkatkan resiko terhadap infeksi.
d.      Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yang benar
e.       Ajarkan kepada pasien dan keluarga tanda/gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya ke pusatg kesehatan
f.       Berikan terapi antibiotik bila diperlukan



DAFTAR PUSTAKA
Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Supardiman, I, 2002. Hematologi Klinik. Penerbit alumni bandung.

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More