LAPORAN PENDAHULUAN
DENGUE
HAEMORAGIC FEVER ( DHF )
A.
PENGERTIAN
Dengue
Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya
manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
DHF adalah penyakit yang
terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot, dan sendi
yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama.( Hendarwanto; 417; 2004 )
Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorrhagic Fever)
ialah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk
ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. (Suriadi, 2001 : 57)
B.
ETIOLOGI
1.
Virus dengue
Berdiameter
40 monometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur
jaringan baik yang berasal dari sel-sel mamalia, maupun sel-sel anthropoda
misalnya sel aedes Albopictus. Virus ini tergolong arbovirus, berbentuk batang
bersifat termolabil dan stabil pada suhu C.
2.
Vector : nyamuk aedes aegypti dan nyamuk aedes
albopictus
Menginfeksi
dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap
serotype bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype jenis
yang lainnya.
3. Host :
pembawa
Jika seorang
mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan
imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk
terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya.
C.
PATOFISIOLOGI
Fenemona patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya
permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma
ke ruang ekstraseluler.
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah
verimia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal – pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik – bintik merah pada kulit
( petekie ), hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti
pembesaran limpa ( splenomegali ).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume
plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi
dan renjatan ( syok ).
Hemokonsentrasi ( peningkatan hematokrit > 20% ) menunjukkan atau
menggambarkan adanya kebocoran ( perembesan ) plasma ( plasma leakage )
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan
intravena. Oleh karena itu pada penerita DHF sangat dianjurkan untuk memantau
hematokrit darah berkala untuk mengetahui berapa persen hemikonsentrasi yang
terjadi.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian cairan intravena
harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru
dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup,
penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi
yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia
jaringan, metabolik asidosis dan kematian apanila tidak seger adiatasi dengan
baik. Gangguan hemostatis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu perubahan
vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda – tanda perdarahan hampir
diseluruh alat tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan
adrenal. Hati umumnya membesar denga perlemakan dan koagulasi nekrosis pada
daerah sentral atau parasentral lobulus hati.( Effendy; 1; 1995 )
D.
PATHWAY
Terlampir
E.
KLASIFIKASI
Klasifikasi DHF
berdasarkan patokan dari WHO (1999) DBD dibagi menjadi 4 derajat :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanoa perdarahan
spontan uji torniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit
atau di tempat lain.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
lemah, tekanan darah rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut,
hidung dan ujung jari.
4. Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan
darah tak dapat diukur.
Dengue Shock Syndrome ( DSS )
Dengue shock syndrome ( DSS ) adalah sindroma syok
yang terjadi pada penderita Dengue Hemorrhagic Fever ( DHF ) atau demam
berdarah dengue.
Dengue syok sindrom bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas atau tiba – tiba, tetapi juga merupakan suatu permasalahan klinis, karena 30 – 50 % penderita demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan demam suatu kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.
Dengue syok sindrom bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas atau tiba – tiba, tetapi juga merupakan suatu permasalahan klinis, karena 30 – 50 % penderita demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan demam suatu kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.
F.
MANIFESTASI
KLINIS
1.
Demam tinggi selama 5 – 7 hari.
2.
Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare,
konstipasi.
3.
Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie,
echymosis, hematoma.
4.
Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
5.
Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
6.
Sakit kepala.
7.
Pembengkakan sekitar mata.
8.
Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
9.
Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan
dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik,
nadi cepat dan lemah).
G.
PENATALAKSANAAN
Demam berdarah dengue, penatalaksanaannya hanya
bersifat simptomatis dan suportif.
1. Pemberian
cairan yang cukup
Cairan di
berikan untuk mengurangi rasa haus dan dehidrasi akibat demam tinggi,
anoreksia, dan muntah. Penderita perlu di beri minum sebanyak mungkin (1-2
liter dalam 24 jam).
2. Antipiretik
Seperti
golongan asetaminofen (parasetamol), jangan berikan golongan salisilat karena
dapat menyebabkan bertambahan perdarahan.
3. Antikonvulsan
Bila
penderita kejang dapat di berikan :
a.
Diazepam
b.
Fenobarbital
4. Pemberian
cairan melalui infus, di lakukan jika pasien mengalami kesulitan minum dan
nilai hematokrit cenderung meningkat.
H.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
Darah
Terjadi
trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji tourniquet yang positif. Pada
pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia,
hiponatremia, serta hipokloremia. SGOT, SGPT, ureum dan pH darah mungkin
meningkat, sedangkan reserve alkali merendah.
2.
Air Seni
Mungkin
ditemukan albuminaria ringan.
3.
Sumsum
Tulang
Pada awal
sakit biasanya hiposeluler kemudian pada hari ke 5 dengan gangguan maturasi.
4.
Serologi
a.
Serum ganda
: pada masa akut dan konvalesen. Kenaiakan antibody antidengue sebanyak minimal
4 kali. Uji peningkatan komplemen ( PK ), uji neutralisasi ( NT ) dan uji
dengue blot.
b.
Serum
tunggal : ada atau tidaknya atau titer tertentu antibody antidengue. Uji dengan
blot, Uji Ig M antidengue.
5.
Isolasi
virus
Bahannya
adalah darah pasien, jaringan – jaringan baik dari pasien hidup melalui biopsi , dari pasien yang meninggal melalui otopsi ( Hendarwanto; 422; 2004 )
I.
KOMPLIKASI
Komplikasi menurut Ngastiah (2005), yaitu :
1. Syok
hipovolemia.
2. Gangguan
ginjal.
3. Penurunan
kesadaran.
4. Edema paru.
J.
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Adapun
hal-hal yang dapat dikaji yang menunjang dalam penentuan diagnose, adalah :
a.
Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1)
Riwayat demam dengue, dengan minum penurun panas dan
istirahat demam tidak dirasakan lagi.
2)
Lingkungan rumah yang berdempet, banyak air tergenang,
pembuangan barang-barang bekas dan kaleng-kaleng bekas sembarangan.
3)
Riwayat demam kembali dengan tanda-tanda perdarahan
(tanda-tanda perdarahan yang khas dari demam berdarah dengue/petekia).
b.
Pola nutrisi metabolic
1)
Intake menurun karena mual dan muntah.
2)
Ada penurunan berat badan dan kesulitan menelan.
3)
Demam tinggi yang tiba-tiba sampai kadang menggigil
selama 2-7 hari.
c.
Pola eliminasi
1)
Konstipasi
2)
Diare
3)
Tinja berwarna hitam pada perdarahan hebat
4)
Produksi
urin menurun (kurang dari 1cc/kgbb/jam) pada syok
d.
Pola aktivitas
1)
Badan lemah, nyeri otot dan sendi
2)
Tidak bisa beraktivitas, pegal seluruh badan
e.
Pola istirahat tidur
Istirahat dan tidur terganggu karena demam, nyeri
kepala, nyeri otot dan sendi, gelisah
f.
Pola persepsi kognitif
1)
Apakah yang diketahui klien dan keluarga mengenai
penyakitnya.
2)
Adakah yang diharapkah klien dan keluarga terhadap
sakitnya.
g.
Pola persepsi dan konsep diri
1)
Apakah klien merasa puas terhadap keadaan dirinya.
2)
Ada perasaan malu terhadap penyakitnya.
h.
Pola mekanisme koping dan dan toleransi terhadap
penyakitnya
1)
Adanya perasaan cemas, takut terhadap penyakitnya.
2)
Ingin ditemani orang tua atau orang terdekat saat
sakit.
i.
Pola reproduksi seksual
Pada anak perempuan apakah ada perdarahan pervagina
(bukan menstruasi).
j.
Pola system kepercayaan
1)
Menyerahkan penyakitnya pada tuhan.
2)
Menyalahkan tuhan akan penyakitnya.
3)
Memanggil pemuka agama untuk mendo’akan.
K.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Defisit
volume cairan atau syok hipovolemik berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
2. Perubahan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah dan tidak nafsu makan.
4. Perubahan
proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak.
5. Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi virus.
L.
FOKUS
INTERVENSI
1.
Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
Tujuan :
volume cairan adekuat.
Intervensi :
a. Observasi
TTV.
b. Kaji turgor
kulit, ubun – ubun cekung, membran mukosa, produksi urine menurun.
c. Observasi
dan catat intake output cairan.
d. Monitor
nilai laboratorium, seperti elektrolit darah, berat jenis urin, serum albumin.
e. Monitor
pemberian cairan intravena.
f. Monitor dan
catat berat badan.
2. Perubahan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan :
perfusi jaringan perifer adekuat.
Intervensi :
a.
Kaji dan catat TTV.
b.
Kaji dan catat sirkulasi pada ekstremitas.
c.
Kaji adanya kemungkinan kematian jaringan pada
ekstremitas, seperti nyeri, dingin.
3. Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan tidak
nafsu makan.
Tujuan :
nutrisi adekuat.
Intervensi :
a.
Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat
ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera
makan anak meningkat.
b.
Beri makanan sedikit tapi sering.
c.
Timbang berat badan.
d.
Pertahankan kebersihan mulut.
e.
Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat.
f.
Berikan makanan disertai dengan suplemen nutrisi.
4. Perubahan
proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak.
Tujuan :
tidak terjadi perubahan proses keluarga.
Intervensi :
a.
Kaji perasaan dan persepsi orang tua atau anggota
keluarga terhadap situasi yang penuh stress.
b.
Ijinkan orang tua dan keluarga untuk member respond an
identifikasi respon yang membuat cemas.
c.
Tanyakan kepada keluarga apa yang dapat dilakukan
untuk membuat anak atau keluarga menjadi baik dan jika memungkinkan memberikan
apa yang diminta keluarga.
d.
Memenuhi kebutuhan dasar anak, seperti jika anak
sangat tergantung dalam melakukan aktifitas sehari – hari, ijinkan hal ini
terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama kemudian secara bertahap meningkatkan
kemandirian anak dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
5. Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi virus.
Tujuan : TTV
dalam batasan normal.
Intervensi :
a.
Ukur TTV.
b.
Observasi intake dan output cairan.
c.
Tingkatkan intake cairan.
d.
Lakukan therapi seka dengan air biasa.
e.
Berikan therapi
untuk menurunkan suhu.
f.
Ajarkan
keluarga dalam pengukuran suhu.
g.
Anjurkan
keluarga agar anak mau untuk banyak mi
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Christantie. 1995. Perawatan Pasien DHF edisi
1. Jakarta : EGC
Hendrayanto. 2004. Ilmu Penyakait Dalam : jilid 1.
Jakarta : FKUI
Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran
Edisi III vol. 1. Jakarta : Media Aesculapius.
Suriadi,
Yuliana R, 2001, Asuhan Keperawatan pada Anak, Edisi I,
0 komentar:
Posting Komentar