Jumat, 14 Agustus 2015

LP DENGUE HAEMORAGIC FEVER ( DHF )



LAPORAN PENDAHULUAN
DENGUE HAEMORAGIC FEVER ( DHF )

A.    PENGERTIAN
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
DHF adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot, dan sendi yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama.( Hendarwanto; 417; 2004 )
Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemorrhagic Fever) ialah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. (Suriadi, 2001 : 57)
B.     ETIOLOGI
1.      Virus dengue
Berdiameter 40 monometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel mamalia, maupun sel-sel anthropoda misalnya sel aedes Albopictus. Virus ini tergolong arbovirus, berbentuk batang bersifat termolabil dan stabil pada suhu C.
2.      Vector : nyamuk aedes aegypti dan nyamuk aedes albopictus
Menginfeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap serotype bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype jenis yang lainnya.
3.      Host : pembawa
Jika seorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya.
C.    PATOFISIOLOGI
Fenemona patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstraseluler.
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita adalah verimia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal – pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik – bintik merah pada kulit ( petekie ), hiperemi tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran limpa ( splenomegali ).
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan ( syok ).
Hemokonsentrasi ( peningkatan hematokrit > 20% ) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran ( perembesan ) plasma ( plasma leakage ) sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Oleh karena itu pada penerita DHF sangat dianjurkan untuk memantau hematokrit darah berkala untuk mengetahui berapa persen hemikonsentrasi yang terjadi.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apanila tidak seger adiatasi dengan baik. Gangguan hemostatis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda – tanda perdarahan hampir diseluruh alat tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal. Hati umumnya membesar denga perlemakan dan koagulasi nekrosis pada daerah sentral atau parasentral lobulus hati.( Effendy; 1; 1995 )

D.    PATHWAY
Terlampir
E.     KLASIFIKASI
Klasifikasi DHF berdasarkan patokan dari WHO (1999) DBD dibagi menjadi 4 derajat :
1.      Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanoa perdarahan spontan uji torniquet (+), trombositopenia dan hemokonsentrasi.
2.     Derajat II
Derajat I dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau di tempat lain.
3.     Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah rendah (hipotensi), gelisah, sianosis sekitar mulut, hidung dan ujung jari.
4.     Derajat IV
Renjatan berat (DSS) dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
Dengue Shock Syndrome ( DSS )
Dengue shock syndrome ( DSS ) adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue  Hemorrhagic Fever ( DHF ) atau demam berdarah dengue.
Dengue syok sindrom bukan saja merupakan suatu permasalahan kesehatan masyarakat yang menyebar dengan luas atau tiba – tiba, tetapi juga merupakan suatu permasalahan klinis, karena 30 – 50 % penderita demam berdarah dengue akan mengalami renjatan dan berakhir dengan demam suatu kematian terutama bila tidak ditangani secara dini dan adekuat.
F.     MANIFESTASI KLINIS
1.      Demam tinggi selama 5 – 7 hari.
2.      Mual, muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
3.      Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
4.      Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
5.      Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu hati.
6.      Sakit kepala.
7.      Pembengkakan sekitar mata.
8.      Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
9.      Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
G.    PENATALAKSANAAN
Demam berdarah dengue, penatalaksanaannya hanya bersifat simptomatis dan suportif.
1.      Pemberian cairan yang cukup
Cairan di berikan untuk mengurangi rasa haus dan dehidrasi akibat demam tinggi, anoreksia, dan muntah. Penderita perlu di beri minum sebanyak mungkin (1-2 liter dalam 24 jam).
2.      Antipiretik
Seperti golongan asetaminofen (parasetamol), jangan berikan golongan salisilat karena dapat menyebabkan bertambahan perdarahan.
3.      Antikonvulsan
Bila penderita kejang dapat di berikan :
a.       Diazepam
b.      Fenobarbital
4.      Pemberian cairan melalui infus, di lakukan jika pasien mengalami kesulitan minum dan nilai hematokrit cenderung meningkat.
H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Darah
Terjadi trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji tourniquet yang positif. Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta hipokloremia. SGOT, SGPT, ureum dan pH darah mungkin meningkat, sedangkan reserve alkali merendah.
2.      Air Seni
Mungkin ditemukan albuminaria ringan.
3.      Sumsum Tulang
Pada awal sakit biasanya hiposeluler kemudian pada hari ke 5 dengan gangguan maturasi.
4.      Serologi
a.       Serum ganda : pada masa akut dan konvalesen. Kenaiakan antibody antidengue sebanyak minimal 4 kali. Uji peningkatan komplemen ( PK ), uji neutralisasi ( NT ) dan uji dengue blot.
b.      Serum tunggal : ada atau tidaknya atau titer tertentu antibody antidengue. Uji dengan blot, Uji Ig M antidengue.
5.      Isolasi virus
Bahannya adalah darah pasien, jaringan – jaringan baik dari pasien hidup melalui biopsi , dari pasien yang meninggal melalui otopsi ( Hendarwanto; 422; 2004 )
I.       KOMPLIKASI
Komplikasi menurut Ngastiah (2005), yaitu :
1.      Syok hipovolemia.
2.      Gangguan ginjal.
3.      Penurunan kesadaran.
4.      Edema paru.
J.      KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Adapun hal-hal yang dapat dikaji yang menunjang dalam penentuan diagnose, adalah :
a.       Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
1)      Riwayat demam dengue, dengan minum penurun panas dan istirahat demam tidak dirasakan lagi.
2)      Lingkungan rumah yang berdempet, banyak air tergenang, pembuangan barang-barang bekas dan kaleng-kaleng bekas sembarangan.
3)      Riwayat demam kembali dengan tanda-tanda perdarahan (tanda-tanda perdarahan yang khas dari demam berdarah dengue/petekia).
b.      Pola nutrisi metabolic
1)      Intake menurun karena mual dan muntah.
2)      Ada penurunan berat badan dan kesulitan menelan.
3)      Demam tinggi yang tiba-tiba sampai kadang menggigil selama 2-7 hari.
c.       Pola eliminasi
1)      Konstipasi
2)      Diare
3)      Tinja berwarna hitam pada perdarahan hebat
4)       Produksi urin menurun (kurang dari 1cc/kgbb/jam) pada syok
d.      Pola aktivitas
1)      Badan lemah, nyeri otot dan sendi
2)      Tidak bisa beraktivitas, pegal seluruh badan
e.       Pola istirahat tidur
Istirahat dan tidur terganggu karena demam, nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, gelisah
f.       Pola persepsi kognitif
1)      Apakah yang diketahui klien dan keluarga mengenai penyakitnya.
2)      Adakah yang diharapkah klien dan keluarga terhadap sakitnya.
g.      Pola persepsi dan konsep diri
1)      Apakah klien merasa puas terhadap keadaan dirinya.
2)      Ada perasaan malu terhadap penyakitnya.
h.      Pola mekanisme koping dan dan toleransi terhadap penyakitnya
1)      Adanya perasaan cemas, takut terhadap penyakitnya.
2)      Ingin ditemani orang tua atau orang terdekat saat sakit.
i.        Pola reproduksi seksual
Pada anak perempuan apakah ada perdarahan pervagina (bukan menstruasi).
j.        Pola system kepercayaan
1)      Menyerahkan penyakitnya pada tuhan.
2)      Menyalahkan tuhan akan penyakitnya.
3)      Memanggil pemuka agama untuk  mendo’akan.
K.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Defisit volume cairan atau syok hipovolemik berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
2.      Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan tidak nafsu makan.
4.      Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak.
5.      Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus.
L.     FOKUS INTERVENSI
1.      Defisit volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler, perdarahan, muntah dan demam.
Tujuan : volume cairan adekuat.
Intervensi :
a.       Observasi TTV.
b.      Kaji turgor kulit, ubun – ubun cekung, membran mukosa, produksi urine menurun.
c.       Observasi dan catat intake output cairan.
d.      Monitor nilai laboratorium, seperti elektrolit darah, berat jenis urin, serum albumin.
e.       Monitor pemberian cairan intravena.
f.       Monitor dan catat berat badan.
2.      Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan : perfusi jaringan perifer adekuat.
Intervensi :
a.       Kaji dan catat TTV.
b.      Kaji dan catat sirkulasi pada ekstremitas.
c.       Kaji adanya kemungkinan kematian jaringan pada ekstremitas, seperti nyeri, dingin.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah dan tidak nafsu makan.
Tujuan : nutrisi adekuat.
Intervensi :
a.       Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
b.      Beri makanan sedikit tapi sering.
c.       Timbang berat badan.
d.      Pertahankan kebersihan mulut.
e.       Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat.
f.       Berikan makanan disertai dengan suplemen nutrisi.
4.      Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak.
Tujuan : tidak terjadi perubahan proses keluarga.
Intervensi :
a.       Kaji perasaan dan persepsi orang tua atau anggota keluarga terhadap situasi yang penuh stress.
b.      Ijinkan orang tua dan keluarga untuk member respond an identifikasi respon yang membuat cemas.
c.       Tanyakan kepada keluarga apa yang dapat dilakukan untuk membuat anak atau keluarga menjadi baik dan jika memungkinkan memberikan apa yang diminta keluarga.
d.      Memenuhi kebutuhan dasar anak, seperti jika anak sangat tergantung dalam melakukan aktifitas sehari – hari, ijinkan hal ini terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama kemudian secara bertahap meningkatkan kemandirian anak dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
5.      Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus.
Tujuan : TTV dalam batasan normal.
Intervensi :
a.       Ukur TTV.
b.      Observasi intake dan output cairan.
c.       Tingkatkan intake cairan.
d.      Lakukan therapi seka dengan air biasa.
e.       Berikan therapi untuk menurunkan suhu.
f.       Ajarkan keluarga dalam pengukuran suhu.
g.      Anjurkan keluarga agar anak mau untuk banyak mi








DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Christantie. 1995. Perawatan Pasien DHF edisi 1. Jakarta : EGC
Hendrayanto. 2004. Ilmu Penyakait Dalam : jilid 1. Jakarta : FKUI
Mansjoer, arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media Aesculapius.
Suriadi, Yuliana R, 2001, Asuhan Keperawatan pada Anak, Edisi I,

 

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More