Kamis, 20 Agustus 2015

LP BRONCHOPNEUMONIA


LAPORAN PENDAHULUAN
BRONCHOPNEUMONIA


A.    PENGERTIAN
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572)
Pneumonia adalah peradangan alveoli atau pada parenchim paru yang terjadi pada anak. (Suriadi Yuliani, 2001)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul, 2001)
B.     ETIOLOGI
1.      Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan  streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
2.      Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
3.      Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
4.      Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)
C.    PATOFISIOLOGI
Kuman penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru melaui saluran pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk ke dalam alveolus ke alveolus lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding bronchus atau bronchiolus dan alveolus sekitarnya.
Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar secara progresif ke perifer sampai seluruh lobus. Dimana proses peradangan ini dapat dibagi dalam empat (4) tahap, antara lain :
1.      Stadium Kongesti (4 – 12 jam)
Dimana lobus yang meradang tampak warna kemerahan, membengkak, pada perabaan banyak mengandung cairan, pada irisan keluar cairan kemerahan (eksudat masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi)
2.      Stadium Hepatisasi (48 jam berikutnya)
Dimana lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena sel darah merah fibrinosa, lecocit polimorfomuklear mengisi alveoli (pleura yang berdekatan mengandung eksudat fibrinosa kekuningan).

3.      Stadium Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)
Dimana paru-paru menjadi kelabu karena lecocit dan fibrinosa terjadi konsolidasi di dalam alveolus yang terserang dan eksudat yang ada pada pleura masih ada bahkan dapat berubah menjadi pus.
4.      Stadium Resolusi (7 – 11 hari)
Dimana eksudat lisis dan reabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada struktur semua (Sylvia Anderson Pearce, 1995 : 231- 232).
Bakteri dan virus penyebab terisap ke paru perifer melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, sehingga akan mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi yaitu terjadinya sel PMN (polimofonuklear) fibrin eritrosit, cairan edema dan kuman alveoli. Kelanjutan proses infeksi berupa deposisi fibril dan leukosit PMN di alveoli dan proses fagositosis yang cepat dilanjutkan stadium resolusi dengan meningkatnya jumlah sel makrofag di alveoli, degenerasi sel dan menipisnya febrio serta menghilangkan kuman dan debris (Mansjoer, 2000: 966).
D.    PATHWAY
Terlampir
E.     KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan.Pembagian secara anatomis :
1.      Pneumonia lobaris
2.      Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
3.      Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
4.      Pembagian secara etiologi :
a.       Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus pneumonia, Haemofilus influenzae.
b.      Virus : Respiratory Synctitial virus, Parainfluenzae virus, Adenovirus
c.       Jamur : Candida, Aspergillus, Mucor, Histoplasmosis, Coccidiomycosis,     Blastomycosis, Cryptoccosis.
d.      Corpus alienum
e.       Aspirasi
f.       Pneumonia hipostatik
F.     MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis(Barbara C. long, 1996 :435).
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat)(Sandra M. Nettina, 2001 : 683).
Tanda gejala yang muncul pada bronkopneumonia adalah:
1.      Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
a.       Nyeri pleuritik
b.      Nafas dangkal dan mendengkur
c.       Takipnea
2.      Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
a.       Mengecil, kemudian menjadi hilang
b.      Krekels, ronki,
c.       Gerakan dada tidak simetris
3.      Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai 41,1°C, delirium
4.      Diafoesis
5.      Anoreksia
6.      Malaise
7.      Batuk kental, produktif Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan atau berkarat
8.      Gelisah
9.      Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
10.  Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati (Martin tucker, Susan. 2000_247).
G.    PENATALAKSANAAN
1.      Antibiotic seperti ; penisilin, eritromicin, kindomisin, dan sefalosforin.
2.      Terapi oksigen (O2)
3.      Nebulizer, untuk mengencerkandahak yang kental dan pemberian bronkodilator.
4.      Istirahat yang cukup
5.      Kemoterafi untuk mikoplasma pneumonia dapat diberikan eritromicin 4x 500 mg/ hari atau tetrasiklin 3-4 x 500mg/ hari.
H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Pemeriksaan Laboratorium
a.         Leukosit meningkat 15.000-40.000/mm3
b.        Laju endap darah meningkat 100mm
c.         ASTO meningkat pada infeksi streptococcus.
d.        GDA menunjukkan hipoksemia tanpa hiperkapnea atau retensi  CO2
e.         Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat albumin urin ringan karena peningkatan suhu tubuh.
2.      Pemeriksaan Radiologi
a.       Terlihat bercak- bercak pada bronkus hingga lobus.
I.       KOMPLIKASI
1.      Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
2.      Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
3.      Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
4.      Infeksi sistemik
5.      Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
6.      Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
J.      KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
a.       Identitas.
Umumnya anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia berulang atau tidak dapat mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain itu daya tahan tubuh yang menurun akibat KEP, penyakit menahun,  trauma pada paru, anesthesia, aspirasi dan pengobatan antibiotik yang tidak sempurna.
b.      Riwayat Keperawatan.
1)      Keluhan utama.
Anak sangat gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal, diserai pernapasan cuping hidupng, serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang disertai muntah dan diare.atau diare, tinja berdarah dengan atau tanpa lendir, anoreksia dan muntah.
2)      Riwayat penyakit sekarang.
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran pernapasan bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik sangat mendadak sampai 39-40oC dan kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
3)      Riwayat penyakit dahulu.
Pernah menderita penyakit infeksi yang menyebabkan sistem imun menurun.
4)      Riwayat kesehatan keluarga.
Anggota keluarga lain yang menderita penyakit infeksi saluran pernapasan dapat menularkan kepada anggota keluarga yang lainnya.
c.       Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada musim hujan dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan ksehatan dan kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa menyebabkan anak menderita sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan dengan anggota keluarga perokok.

d.      Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk mendapat penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi sekunder.
e.       Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
f.       Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
g.      Pemeriksaan persistem.
1)      Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
2)      Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan cuping hdidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non produktif, pergerakan dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler, kemungkinan friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi, ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang bertambah sesak dan pilek.
3)      Sistem pencernaan.
Anak malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah. Pada orang tua yang dengan tipe keluarga anak pertama, mungkin belum memahami tentang tujuan dan cara pemberian makanan/cairan personde.
4)      Sistem eliminasi.
Anak atau bayi menderita diare, atau dehidrasi, orang tua mungkin belum memahami alasan anak menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai berat).
5)      Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada anak-anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.
6)      Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
7)      Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
8)      Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral hangat, kulit kering, .
9)      Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.
K.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, perubahan pola nafas, kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan produksi mukus pada paru dn ketidak efektifan batuk.
2.      Hipertermi berhubungan dengan adanya bakteri dan infeksi virus.
3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran oksigen.
4.      Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan dampak dari usaha peningkatan proses bernafas.
5.      Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai proses penyakit dan perawatan di rumah.
L.     FOKUS INTERVENSI
1.      Ketidakefektifan bersihan jalan nafas, perubahan pola nafas, kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan produksi mukus pada paru dn ketidak efektifan batuk.
Tujuan : Bersihkan jalan nafas, pola nafas, perubahan pola nafas, kerusakan pertukaran gas efektif dengan kriteria pernafsan spontan suara nafas Vesikuler, frekuensi pernafasan normal (30-60 X/menit pada bayi dan 15-30 X/menit pada anak). Tidak sesak dan tidak sianosis, batuk spontan, AGD normal (Pa O2 80 – 100 dan CO2 35 – 45).
Intervensi
a.       Lakukan Auskultasi Suara 2 – 4 Jam
R/ mengetahui obstruksi pada saluran nafas dan manifestainya pada suara nafas.
b.      Berikan posisi kepala lebih tinggi dari posisi badan dan kaki.
R/ penurunan diafragma dapat membantu ekspansi paru lebih maximal.
c.       Latih dan anjurkan klien untuk lebih efektif
R/ batuk merupakan mekanisme alamiah untuk mengeluarkan benda asing dari saluran nafas dengan baik dan benar.
d.      Ubah posisi klien sesering mungkin tiap 2 jam
R/ Posisi klien yang tetap secara terus menerus dapat mengakibatkan akumulasi sekret dan cairan pada lobus yang berada di bagian bawah.
e.       Lakukan suction bila perlu
R/ peningkatan mucus/lendir di saluran nafas dapat menyumbat jalan nafas.
f.       Monitor tanda vital tiap 4 jam
R/ peningkatan frekwensi nafas mengindikasikan tingkat keparahan.
g.      Lakukan kolaborasi pemberian O2
R/ kebutuhan oksigen yang masuk ke tubuh dapat dibantu dengan tambahan oksigen yang diberikan.
h.      Lakukan pemijatan dinding dada dan perut serta pemberian nebulizer hati. Hati pada anak yang sesak dan suhu tubuh yang tinggi.
R/ getaran dan pemijatan membantu melepaskan sekret yang menempel pada dinding saluran nafas, nebulizer merangkang batuk efektif klien.
i.        Berikan obat ekspektoran, broncodilator, mukolitik dan pemeriksaan penunjang.
R/ pelebaran saluran nafas, sekret yang mudah keluar akan mempermudah klien bernafas, deteksi sejauh mana kebutuhan O2 dapat diberikan dengan pemeriksaan penunjang.
2.      Hipertermi berhubungan dengan adanya bakteri dan infeksi virus
Tujuan : Suhu tubuh dan tanda vital dalam batas normal dengan kriteria suhu tubuh normal 365 – 375 o C (bayi) 36-37 (anak) nadi normal 120 140 X/menit (bayi) 100-120 X/menit (anak) Respirasi normal 30-60 X/ment (bayi) 30-40X/menit (anak).
Intervensi :
a.       Monitor suhu tubuh tiap 2-4 Jam
R/ perubahan suhu tubuh dapat mengetahui adanya infeksi.
b.      Berikan kompres hangat
R/ kompres hangat menurunkan panas dengan cara konduksi yaitu kontak langsung dengan obyek.
c.       Berikan antipiretik, analgetik sesuai program dokter
R/ menurunkan panas di pusat hepotalamus.
3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran oksigen
Tujuan :    klien mampu meningkatkan aktivitas fisiknya dengan kriteria mampu melaksanakan aktifitas ringan dan mampu mempertahankan gerak. Intervensi
a.       Rencanakan periode istirahat sering pada klien untuk penghematan energi.
R/ istirahat yang cukup dapat mengembalikan tenaga klien secara bertahap dan mencegah pengeluaran yang berlebihan.
b.      Ciptakan lingkungan yang tenang tanpa stress
R/ Lingkungan yang tenang dapat memberikan rasa nyaman pada klien.
c.       Ubah posisi secara bertahap dan tingkatkan aktivitas sesuai toleransi
R/ membantu mobilisasi secara bertahap
d.      Sertakan orang tua dalam meningkatkan kebutuhan istirahat
R/ istirahat tidur lebih efektif dengan peran serta orang tua.
4.      Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan dampak dari usaha peningkatan proses bernafas.
Tujuan :    volume cairan tubuh sumbang antara intake dan output dengan kriteria kebutuhan cairan terpenuhi, urine normal, turgor kulit baik dan membran mukosa lembab, tidak demam.
Intervensi :
a.       Tingkatkan frekwensi pemasukan cairan melalui oral
R/ Membantu mengencerkan sekresi pernafasan dan mencegah status cairan tubuh.
b.      Libatkan orang tua dalam menemukan cara untuk memenuhi kebutuhan cairan.
c.       Monitor pengeluaran urine tiap 8 jam
R/ mengetahui perbandingan antara pemasukan dan pengeluaran cairan.
d.      Berikan cairan infus sesuai program dokter
R/ memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit
e.       Kolaborasi tentang pemberian antipiretik
R/ mencegah timbulnya demam
5.      Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai proses penyakit dan perawatan di rumah.
Tujuan :    Secara verbal keluarga dapat menjelaskan proses penyakit, penyebab dan penyegahan penyakit dengan kriteria keluarga menunjukkan pemahaman menganai instruksi evaluasi dan mengatakan rencana keperawatan untuk istirahat cairan diet dan perawatan evaluasi.
Intervensi :
a.       Berikan penjelasan pada keluarga tentang perlunya istirahat
R/ Meminimalkan gerak sehingga klien tidak kelelahan
b.      Jelaskan perlunya diet bergizi sesuai dengan usia dan cairan tambahan
R/ Diet bergizi dapat menimbilkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
c.       Diskusikan tanda dan gejala distres pernafasan
R/ keluarga mengetahui lebih dini gejala distres pernafasan
d.      Libatkan keluarga dalam setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan
R/ Keluarga dapat melakukannya.
e.       Libatkan keluarga dalam setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
R/ menghindari kesalah pahaman dalam tindakan dan membantu peran aktif keluarga.
f.       Ajarkan nama antibiotik dan antibiotik, dosis waktu pemberian dan tujuan serta efek sampingnya pada keluarga.
g.      Keluarga dapat memberikan obat yang tepat sesuai kondisi klien.

















 

DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne.2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah.Vol 1.Jakarta : EGC
Zul Dahlan.(2000). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Suriadi, Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: CV Sagung Seto;2001
Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba Medica.
Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 3 Jilid ke 2. Media Aesculapius.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:Jakarta.
Martin tucker, Susan. 2000. Standar Perawatan Pasien: Proses Keperawatan, Diagnosis, Dan Evaluasi halaman 247. EGC: Jakarta.

0 komentar:

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More